Proyeksi Pembelajaran di Abad 21

oleh -115 Dilihat

Opini, Oleh : Zulkarnaen

Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Manajemen Inovasi Universitas Teknologi Sumbawa

Pada HUT PGRI ke-73 tahun 2018 lalu, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) memberikan pesan agar guru dituntut untuk melakukan tugasnya secara profesional terutama menghadapi pendidikan abad 21. Presiden juga berpesan agar para guru dapat lebih fleksibel, kreatif, menarik, dan dapat menghadirkan pembelajaran yang menyenangkan dan disukai siswa. Sementara itu menteri pendidikan nasional, Nadiem Makarim, menyatakan bahwa kita memasuki era di mana gelar tidak menjamin kompetensi, kelulusan tidak menjamin kesiapan berkarya dan bekerja, dan masuk kelas tidak menjamin belajar.

Ciri khas dari abad 21 adalah terjadinya perubahan dunia yang berbasis teknologi informasi dan internet. Menurut pakar geo spasial sekaligus pengamat teknologi, Prof.DR.ing.Fahmi Amhar, abad 21 terjadi disruptive technology. Dengan adanya Revolusi industri 4.0, banyak kegiatan dilakukan secara automasi dengan algoritma artificial Intelligent atau kecerdasan buatan. Diperkirakan banyak pekerjaan akan menghilang seiring munculnya teknologi ini. Perubahan besar seperti ini juga ikut mengimbas pada dunia pendidikan.

Sebagaimana dinyatakan oleh pakar pendidikan Prof. Suyanto, Peran guru ke depan ikut tergeser bahkan boleh jadi tidak diperlukan lagi. Semua jawaban pengetahuan dapat di ketahui dengan mesin pencari yang di sebut browser, atau belajar melalui channel Audio Visual yang disebut Youtube. Katagori generasi siswa saat ini pun menjadi generasi Z dan generasi Alpha yang tentunya sudah sangat jauh berbeda dengan generasi sebelumnya (generasi x, dan y).

Menurut Prof.DR.Sutrisna Wibawa, M.Pd., rektor universitas Negeri Yogyakarta (UNY); Generasi Z merupakan peralihan dari generasi Y(generasi pada periode tahun 1981 sampai tahun 1994). Pola pikir generasi Z (generasi pada periode 1995 sampai dengan 2010) cenderung serba instan. Kehidupan mereka cenderung bergantung pada teknologi, serta mementingkan media sosial. Generasi Alpha (periode tahun 2011 hingga sekarang) adalah lanjutan dari generasi Z. Mereka terlahir dengan teknologi yang semakin berkembang pesat.

Pada usia dini, mereka sudah akrab dengan gadget, smartphone, dan kecanggihan teknologi.
Masalah Pendidikan adalah isu penting yang meliputi semua negara. Negara-negara maju menganggap bahwa tingginya kualitas pendidikan merupakan kunci pertumbuhan ekonomi. Semakin terdidik warga negara, maka semakin produktif mereka membentuk stabilitas ekonomi. Negara maju saat ini berusaha meningkatkan kualitas pendidikan, literasi, serta program pendidikan masyarakat dan komunitas. UNESCO menyatakan bahwa pendidikan inklusiv meliputi semua orang merupakan kunci utama kemajuan sosial dan ekonomi (Ischinger,2011).

Pendidikan dikenal sebagai investasi terbaik yang membawa keuntungan sosial dan ekonomi di masa depan. Penelitian menunjukkan bahwa seseorang yang terdidik akan memilih konsumsi secara efisien, bersikap murah hati, serta sangat jarang melakukan tindakan kriminal.

Proses belajar dan mengajar atau pedagogi adalah aktifitas utama pendidikan. Pemilihan model, strategi, pendekatan, dan metode pembelajaran di sesuaikan dengan undang-undang pendidikan Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, pasal 4 ayat 4 menyatakan bahwa pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreatifitas peserta didik dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan undang-undang tersebut dilakukan penyempurnaan kurikulum, mulai dari kurikulum berbasis kompetensi (kurikulum 2004), disempurnakan menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan (kurikulum 2006), disempurnakan menjadi kurikulum 2013. Semua kurikulum tersebut didasarkan atas pengembangan kompetensi siswa yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Bahkan pada kurikulum 2013 ditegaskan lagi bahwa pengembangan karakter peserta didik di integrasikan pada setiap kegiatan pembelajaran (Kemdikbud, 2014).

Dalam proses belajar mengajar, setiap guru menggunakan model pembelajaran. Model pembelajaran ditentukan oleh dua hal: (a) bagaimana cara siswa belajar (teori belajar), (b) tujuan yang ingin dicapai dengan pembelajaran tersebut. Uraian di bawah ini menjelaskan beberapa model pembelajaran yang populer digunakan saat ini.

Pertama, pembelajaran kooperatif (cooperative learning), yaitu aktifitas pembelajaran yang dilakukan guru dengan menciptakan kondisi belajar antar siswa, interaksi antar siswa, mendidik kerja sama kelompok, menekankan pada sikap dan perilaku bersama dalam bekerja. Proses pembelajaran dilakukan dengan membuat kelompok belajar antar siswa untuk meningkatkan saling ketergantungan positif.

Tujuan pembelajaran model kooperatif yaitu penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan dan ketidak mampuannya. Model ini mengajarkan kepada siswa tentang keterampilan sosial, keterampilan bekerjasama serta berkolaborasi. Menurut Lie,Anita(2002) dalam tulisannya “cooperative learning: mempraktikkan cooperatif learning di ruang-ruang kelas”, Model pembelajaran ini jarang diterapkan di Indonesia.

Kedua, pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), yaitu pembelajaran menggunakan masalah di dunia nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah. kemampuan memecahkan masalah merupakan hasil belajar paling tinggi dalam metode ini (Ibrahim, 2005). Pembelajaran ini berpusat pada siswa (student-centered approach). Proses pembelajaran dilakukan dengan membuat kelompok siswa yang termotivasi untuk memecahkan suatu masalah. Filosofi dasar pembelajaran ini di dasarkan pada prinsip bahwa masalah (problem) dapat digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan pengetahuan (knowledge). Metode ini menantang kemampuan siswa untuk menemukan pengetahuan baru.

Langkah yang dilakukan oleh siswa dalam pembelajaran Problem Based Learning sebagaimana di kutip dari situs www.teaching.cornell.edu adalah : (a) menguji dan membuat definisi suatu masalah, (b)mendalami masalah tersebut, (c) menentukan peralatan dan sumber informasi yang dibutuhkan dalam memecahkan masalah tersebut, (d) melakukan pengujian beberapa kali atas masalah, (e) memecahkan masalah, (f)melaporkan hasil temuan(pengetahuan) kepada guru.
Ketiga, pembelajaran langsung (direct instruction). Pembelajaran ini berpusat pada guru(teacher-centered approach). Metode yang digunakan yaitu ceramah atau demonstrasi materi kepada siswa. Menurut situs www.nfdi.org dalam tulisannya “Basic Philosophy of Direct Instruction” , Ciri dari pembelajaran ini yaitu hanya 10% dari materi pembelajaran merupakan informasi baru, sisanya 90% dari materi hanya mengulang materi sebelumnya.

Proses pembelajaran dilakukan dengan pengelompokan siswa berdasarkan tingkat keterampilannya. Kegiatan praktek dilakukan secara bersama dengan dipandu oleh guru. Setelah melakukan kegiatan dan menerima berbagai umpan balik (feedback), selanjutnya siswa siap mempelajari materi baru secara mandiri. Metode ini menggunakan pendekatan empati terhadap siswa yang terlambat menyerap materi pelajaran.

Keempat, model penemuan (discovery learning).Berpusat pada siswa (student-centered approach) dengan bimbingan guru yang terbatas. Pembelajaran ini melibatkan proses mental siswa dalam penemuan pengetahuan. Proses pembelajaran terjadi dimana guru memberikan berbagai alternatif jawaban dan siswa difasilitasi untuk menemukan jawaban yang paling tepat secara mandiri. Metode pembelajaran ini fokus pada pelatihan-pelatihan yang dapat diterapkan pada kehidupan yang nyata.

Kelima, pembelajaran quantum (quantum teaching). Penyebutannya di ambil dari istilah di bidang fisika (fisika quantum). Pembelajaran ini dirumuskan dari berbagai macam konsep dan teori belajar seperti : teori otak kanan dan kiri, Neuro Linguistik Programming (NLP), tipe belajar visual, tipe belajar auditory, tipe belajar kinestetik, aneka tipe kecerdasan manusia, dan sebagainya (Gulcin Zeybek , “an investigation on quantum learning model”, international journal of modern education studies, 2017). Pembelajaran quantum berasal dari studi ilmu suggestopedia yang dikembangkan oleh seorang pendidik di Bulgaria yang bernama Georgi Lazanov pada tahun 1970-an. menurut Richard, Jack.K, dan Theodore S Rodger dalam bukunya: “Approach and method in Language Teaching, a description and analysis” (New york cambridge university Press, 1993), suggestopedia adalah metode perawatan yang didasarkan pada pemahaman modern tentang bagaimana otak manusia bekerja dan bagaimana kita belajar paling efektif. Suatu konsep yang menyuguhkan suatu pandangan bahwa manusia bisa diarahkan untuk melakukan sesuatu dengan memberikannya sugesti. Setidaknya metode ini membuktikan bahwa terkadang seorang guru yang dilupakan oleh siswanya (tidak berkesan dalam mengajar-red) merupakan guru yang kurang memberi kesan yang positif terhadap peserta didik.

Menurut Deporter and Hennacki, 1999, quantum learning dibangun dari beberapa prinsip dasar, yaitu: (1) lingkungan belajar. Terdiri dari: ruang kelas, bahasa tubuh, desain materi pelajaran. Lingkungan belajar yang ideal juga meliputi: tata pencahayaan ruang kelas, pemilihan warna yang sesuai, penempatan poster dengan pesan positif, posisi tanaman, berbagai atribut hingga musik. (2) semua kegiatan belajar mengajar harus mempunyai tujuan, pengaturan pelajaran dilakukan secara teliti ibarat pengaturan sebuah pertunjukan orkestra musik. (3)karakteristik otak manusia lebih meningkat dengan memberikan berbagai stimulus yang komplek. Pelajaran lebih cepat di serap ketika dikaitkan dengan pengalaman di luar materi pelajaran. (4)selalu ada resiko dalam proses belajar.
Keenam, pembelajaran berbasis proyek (project based learning). Menggunakan metode yang mendorong peserta didik untuk menerapkan pengetahuan dan ketrampilannya. Metode ini dapat mengembangkan keterampilan, berfikir kritis, mengaplikasikan pengetahuan untuk membuat sebuah project yang akan memecahkan masalah atau untuk menghasilkan produk.

Pembelajaran ini dibangun atas teori belajar konstruktivisme. Menurut Piaget pandangan konstruktivisme yaitu pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui pengalaman.
langkah-langkah pembelajaran berbasis proyek menurut The George Lucas Educational Foundation adalah sebagai berikut:
(1) penentuan pertanyaan mendasar. Topik penugasan dikaitkan dengan dunia nyata yang relevan dan bermakna untuk peserta didik, dimulai dengan sebuah investigasi mendalam.
(2) mendesain perencanaan Proyek.dilakukan secara kolaboratif melibatkan guru dan peserta didik.berisi tentang prosedur, pemilihan proyek, serta pemilihan alat dan bahan yang dapat di akses untuk membantu penyelesaian Proyek.
(3) menyusun Jadwal proyek. Kegiatan pada tahap ini antara lain: (a) membuat timeline(alokasi waktu) pengerjaan proyek. (b) membuat deadline (batas waktu akhir) penyelesaian proyek. (c) membimbing peserta didik agar tidak menyimpang dari proyek. (d) laporan dari peserta didik atas pemilihan suatu cara pengerjaan proyek. Setelah point (3) selanjutnya beralih melaksanakan langkah selanjutnya.
(4) memonitor peserta didik dan kemajuan proyek. Guru berperan sebagai mentor atas setiap aktifitas peserta didik. untuk mempermudah monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktifitas yang penting.
(5) Menguji hasil. Bertujuan untuk mengukur ketercapaian standar. Guru juga memberikan umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai. Proses ini membantu guru dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.
(6) evaluasi pengalaman. Guru dan peserta didik melakukan refleksi atas aktivitas dan hasil proyek. Proses ini dilakukan baik terhadap individu maupun kelompok peserta didik.
Karakteristik yang paling menonjol dari pendidikan di abad 21 adalah digunakannya ruang kelas virtual dalam proses belajar mengajar menggantikan ruang kelas fisik yang sangat terbatas.hal ini dilakukan dengan pemanfaatan teknologi informasi dalam proses belajar mengajar. Pandemi Covid 19 yang belum juga usai memaksa kita untuk membuat proses belajar mengajar secara daring. Proses ini melibatkan teknologi informasi seperti internet, dan perangkat lunak seperti Zoom, google classroom, google drive, dan berbagai media digital lainnya. Evaluasi pelajaran dilakukan secara daring. Sejauh mana efektif belajar daring ini diungkap oleh Simonson, Schlosser, dan Orellana (2011) dalam penelitian mereka tentang “distance Education”. mereka menyimpulkan bahwa belajar daring tidak jauh berbeda dengan belajar biasa (tatap muka). Bahkan mereka menunjukkan bahwa belajar mengajar jarak jauh (daring) adalah metode yang lebih efektif. Indikasi lain yang menunjukkan bahwa belajar jarak jauh (daring) lebih efektif daripada tatap muka biasa ditunjukkan oleh Moore’s(2013) dalam buku setebal 700 halaman dan 44 Bab berjudul: “Handbook of Distance Learning”. Menurut Micheal Simonson,sharon smaldino, dan Susan Zvacek(2015) dalam bukunya: “Teaching and Learning at The Distance: Foundations of Distance Education”, bahwa teknologi belajar saat ini (tatap muka) akan menghilang dan digantikan oleh teknologi belajar daring (distance education as Disruptive Tehnology).

Pembelajaran dengan teknologi informasi melibatkan penggunaan perangkat, teknologi, proses, prosedur, sumberdaya informasi, dan strategi. Tujuannya adalah memperoleh pengalaman belajar optimal. kegiatan belajar akan membentuk prilaku manusia sebagaimana dikemukakan oleh RongHuai Huang, dkk, dalam bukunya: ”Educational Technology, a primer in 21st century”.

Menurutnya , prinsip psikologi perilaku terjadi seiring aktifitas yang berulang ulang dilakukan. Berulangnya aktifitas tersebut akan menguatkan jaringan syaraf di otak yang berhubungan dengan perilaku (Neural Science).

Guru dapat mengadopsi beberapa model pembelajaran yang populer di abad 21 saat ini. Model pembelajaran tersebut dapat kita terapkan untuk pembelajaran daring. Dinamika disruptive technology akan menggeser pembelajaran tatap muka. Pandemi covid 19 memaksa kita memasuki Revolusi Industri 4.0 di bidang pendidikan. Keadaan tersebut mengharuskan penggunaan media digital dalam setiap kegiatannya. Setiap pendidik di tuntut melek teknologi pendidikan daring serta memahami karakteristik generasi Z dan Alpha.

DAFTAR ACUAN
1. International journal of modern education studies, 2017). Gulcin Zeybek , “an investigation on quantum learning model”,
2. Richard, Jack.K, dan Theodore S Rodger. “Approach and method in Language Teaching, a description and analysis” (New york cambridge university Press, 1993)
3. Lie,Anita (2002) “cooperative learning: mempraktikkan cooperatif learning di ruang-ruang kelas”
4. www.teaching.cornell.edu. ”Problem Based Learning”.
5. Micheal Simonson,sharon smaldino, dan Susan Zvacek(2015). “Teaching and Learning at The Distance: Foundations of Distance Education”
6. RongHuai Huang, dkk, Educational Technology, a primer in 21st century”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.